top of page
Search
  • Writer's pictureIT Yogya

Anies-Cak Imin Mau Bentuk Badan Penerimaan Negara, Pisahkan DJP dari Kemenkeu

Pasangan capres dan cawapres Anies Baswedan-Cak Imin telah menyiapkan visi, misi, dan program kerja jika terpilih dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Dokumen tersebut mengusung tema 'Indonesia Adil Makmur untuk Semua'.

Pasangan dengan singkatan AMIN itu ingin membangun kelembagaan yang berintegritas dan akuntabel melalui pembagian kewenangan yang harmonis antar instansi. Salah satunya dengan membentuk Badan Penerimaan Negara yang posisinya di bawah presiden langsung.


"Merealisasikan badan penerimaan negara di bawah langsung Presiden untuk memperbaiki integritas dan koordinasi antar instansi guna menaikkan penerimaan negara," bunyi poin 8 dokumen tersebut, dikutip Senin (23/10/2023).


Jika begitu, instansi yang selama ini mengumpulkan penerimaan negara yakni Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak lagi berada di bawah Kementerian Keuangan. AMIN ingin mengintegrasikan fungsi perencanaan pembangunan dan penganggaran untuk meningkatkan konsistensi dan sinergi.


"Memastikan proses penataan kelembagaan Keuangan Negara berjalan lancar melalui perencanaan dan eksekusi yang matang," sebutnya.


Rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara sebenarnya telah lama diwacanakan. Rencana ini didukung oleh banyak kalangan untuk memaksimalkan kinerja DJP dalam memungut pajak.


Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) salah satu yang mendukung rencana pemisahan DJP dengan Kemenkeu. Sebagai penggantinya, akan dibentuk suatu badan pengelola pajak otonom (Badan Penerimaan Negara) yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.


"Nantinya DJP akan dibentuk dalam satu badan bernama Badan Penerimaan Negara yang bersifat otonom. Pemisahan DJP sebagai lembaga mandiri yang bersifat independen bertujuan agar institusi tersebut lebih kuat dan efektif. Sama halnya ketika pembentukan badan baru seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia," kata Bamsoet dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/3).


Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan poin positif dari pembentukan Badan Penerimaan Negara adalah memberikan dampak kewenangan yang lebih luas bagi pengambil kebijakan perpajakan.


"Misalnya mau terapkan pajak karbon, ya langsung bisa dieksekusi. Kemudian mau kejar pajak kekayaan (wealth tax) juga bisa lebih cepat masuk kantong penerimaan negara. Apalagi mau kejar rasio pajak 18-25% di 2045 dan Indonesia mau jadi negara anggota OECD yang rasio pajaknya tinggi, butuh lembaga perpajakan yang superpower," kata Bhima.


Jika DJP dipisah dari Kemenkeu dan langsung di bawah presiden, koordinasi dengan lintas lembaga dinilai akan menjadi lebih fleksibel dan kuat. "Bahkan DJP bisa langsung diskusi dengan DPR soal strategi perpajakan dan target pajak," tambahnya.


Terlepas dari itu, Bhima menilai pemisahan DJP dengan Kemenkeu butuh waktu yang tidak sebentar. Menurutnya butuh anggaran besar untuk membangun lembaga baru, meskipun dianggap sepadan dengan potensi penerimaan perpajakan yang bakal lebih besar.


"Ego sektoral di Kemenkeu juga penting dilihat. Ibaratnya kalau DJP keluar dari Kemenkeu, maka hilang sebagian wewenang menteri keuangan. Padahal soal rancangan APBN dirumuskan bersama dirjen dan lembaga di bawah kendali menteri keuangan," imbuhnya.


Sumber : Finance.detik

0 views0 comments

Recent Posts

See All

IHSG Dibuka di Zona Merah

Indeks harga saham gabungan (IHSG) hari ini dibuka pada level 7.349. Dikutip dari data RTI pada Kamis 22 Februari 2024 IHSG level...

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page