top of page
Search
  • Writer's pictureIT Yogya

Jaminan Aman Dana Haji Kelolaan BPKH | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo - Pemerintah secara resmi membatalkan keberangkatan haji 2020 melalui Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 494/2020. Sehingga diperkirakan 221 ribu jamaah haji Indonesia batal berangkat tahun ini, dan akan diberangkatkan tahun depan. Pembatalan tentunya berimbas pada penumpukan antrean haji, dan lamanya masa tunggu. Siskohat (2019) merilis lama antrean jamaah haji Indonesia antara 11 hingga 39 tahun. Jamaah haji dengan masa tunggu paling lama berasal dari Provinsi Sulsel, yakni 39 tahun. Urutan berikutnya ditempati Sulbar (30 tahun), Kalsel (29 tahun), Kaltim (28 tahun), NTB (26 tahun), Aceh dan Jatim (24 tahun), dan DIY (23 tahun). Sementara tercepat diduduki Gorontalo, Sulut, dan Maluku masing-masing 11 tahun. Tertundanya pemberangkatan haji tahun ini tak pelak menambah kepadatan antrean jamaah haji tahun-tahun sebelumnya. Bagi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), bertambahnya antrean berarti bertambahnya akumulasi dana haji (ONH) yang dikelola pemerintah melalui BPKH. Dana Kelolaan Sempat beredar luas kabar yang menyebutkan "dana haji senilai US$ 600 juta (setara Rp 8,5 triliun) dipakai memperkuat rupiah." Namun belakangan dibantah kepala BP-BPKH Anggito Abimanyu bahwa pemberitaan tersebut "tidak benar". Karena dana tersebut tidak terkait dengan pembatalan haji. Terlepas dari berita hoax dan bantahannya itu, setidaknya ada sejumlah hal yang memantik keingintahuan publik terhadap dana haji kelolaan. Pertama, jumlah dana haji yang terhimpun terbilang fantastis, dan dari tahun ke tahun mengalami tren peningkatan. Pada 2017 akumulasi dana kelolaan mencapai Rp 98 triliun, dan pada 2018 meningkat menjadi Rp 113 triliun. Kemudian pada 2019 melonjak menjadi Rp 125 triliun. Sementara per Mei 2020 total dana haji menembus angka Rp 135 triliun. Kedua, terjadi kesalahpahaman umat seolah-olah dana haji secara serta merta akan digunakan untuk proyek-proyek infrastruktur pemerintah, tanpa komitmen kerja sama yang saling menguntungkan. Sehingga dikhawatirkan berisiko terhadap 'keamanan' dana tersebut. Dalam kaitan itu, ketua BP-BPKH menjamin bahwa dana haji dalam bentuk rupiah dan valas dikelola secara profesional pada instrumen syariah yang aman, pruden, optimal, dan likuid. Kesalahpahaman publik itu mungkin karena "termakan" berita hoax atau boleh jadi karena memang belum ada sosialisasi intensif perihal pengelolaan dana haji kepada publik. Sehingga masyarakat belum bisa melihat peluang keuntungan (return) yang kelak diperoleh jamaah haji apabila setoran haji dialokasikan ke berbagai instrumen investasi (aset finansial) dan penempatan (perbankan). BPKH (2020) mencatat, pada 2017 dana kelolaan yang dialokasikan pada penempatan sekitar Rp 70 triliun dan investasi sebesar Rp 28 triliun. Kemudian pada 2018, dana yang dialokasikan ke penempatan menurun menjadi sekitar Rp 65 triliun dan investasi naik menjadi sekitar 48 triliun. Sementara pada 2019, dana yang dialokasikan ke penempatan turun lagi menjadi Rp 57 triliun dan investasi naik lagi menjadi Rp 68 triliun. Nilai Manfaat Pertanyaannya, dalam tinjauan hukum Islam (fikih) apakah diperbolehkan setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dialokasikan ke investasi? Jawabannya boleh, jika merujuk pada Ijma' Ulama.

Fatwa MUI menyebutkan bahwa dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menag boleh di-tasharruf-kan untuk hal-hal yang produktif (memberikan keuntungan), antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan pada aset keuangan, seperti sukuk (obligasi negara syariah). Sekadar komparasi, di Malaysia sudah sejak lama menempatkan tabungan haji ke berbagai proyek investasi yang sangat menguntungkan. Bahkan Malaysia menggunakan pendekatan bisnis dalam mengelola, dan mengembangkan tabungan hajinya. Sehingga wajar jika jamaah haji Malaysia memiliki saham di Bank Islam Malaysia, dan sebagian diinvestasikan ke proyek pengembangan teknologi, perkebunan, real estate, konstruksi, dan pasar modal. Tentu saja tidak semua instrumen investasi memenuhi persyaratan (eligible) sebagai objek investasi bagi dana umat yang bersumber dari setoran BPIH tersebut. Terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi dalam menginvestasikan dana haji kelolaan tersebut.

Pertama, sesuai syariah. Dalam hal ini, dana haji harus diinvestasikan pada instrumen investasi yang sesuai dengan prinsip syariah, baik menyangkut mekanisme transaksi maupun objek pembiayaannya. Misalnya yang selama ini sudah dilakukan pemerintah adalah mengivestasikan sebagian setoran BPIH ke Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara, dan Deposito Berjangka Syariah (DBS). Menurut catatan Kemenag (2019), dana haji yang dinvestasikan ke SBSN per Januari 2019 mencapai Rp 36,7 triliun dan ditempatkan di DBS pada perbankan mencapai Rp 54,47 triliun. SBSN dinilai memenuhi ketentuan syariah karena mekanisme transaksinya menggunakan kaidah (akad) yang disepakati para ulama. Misalnya, sukuk SR-007 menggunakan akad ijarah asset to be leased dan keharusan adanya underlying asset yakni aset yang menjadi objek atau dasar transaksi dalam penerbitan sukuk. Hal itu karena prinsip keuangan syariah mengharuskan adanya underlying asset untuk mencegah terjadinya transaksi yang bersifat "money for money" yang dilarang dalam Islam. Pun pemanfaatan objek pembiayaannya tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Misalnya penerbitan sukuk dilarang digunakan untuk membiayai sarana perjudian. Kedua, menguntungkan. Salah satu tujuan menginvestasikan dana haji adalah untuk mengatasi tergerusnya nilai setoran BPIH terhadap perkembangan inflasi, oleh karenanya pemerintah harus menjamin dan menyediakan jenis instrumen investasi berisiko rendah (low risk) dan menghasilkan keuntungan yang tinggi (high return). Hal itu sebagaimana pernyataan pihak pemerintah bahwa imbal hasil dana haji yang diinvestasikan ke SBSN untuk pembiayaan jalan tol bisa mencapai 10 persen. Pada 2019, nilai manfaat dari investasi dan penempatan mencapai Rp 7,2 triliun. Dana tersebut dimanfaatkan untuk jamaah tunggu sebesar Rp 1,08 triliun. Kemudian dialokasikan ke kemaslahatan dan operasional BPKH sebesar Rp 335 miliar, nilai manfaat akumulasi/efisiensi untuk operasional BPIH (1,2 triliun), dan nilai manfaat untuk operasional BPIH (Rp 5,83 triliun). Ketiga, dijamin aman. Dalam ketentuan penerbitan SBSN terdapat sejumlah kriteria proyek yang dinilai aman, yakni meliputi: proyek pemerintah pusat, persiapan proyek sudah selesai 100 persen, persetujuan DPR dan proyek merupakan bagian dari RPJM. Selain itu, untuk menjamin rasa aman jamaah haji, pemerintah disarankan untuk menginvestasikan setoran BPIH yang waiting list-nya terlama, katakanlah di atas 5 sampai 10 tahun. Keempat, berkontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan haji. Selama ini BPIH dipandang mahal lantaran 80 persen setoran haji digunakan untuk untuk membiayai transportasi dan pemondokan. Bahkan sebagian besar jamaah haji kita,mondok di hotel yang jaraknya dengan Masjidil Haram rata-rata 10-15 kilometer. Sehingga diharapkan keuntungan dari investasi itu bisa digunakan untuk mengatasi problem tersebut.



Sumber: news.detik

PT Rifan Financindo

1 view0 comments

Recent Posts

See All

IHSG Dibuka di Zona Merah

Indeks harga saham gabungan (IHSG) hari ini dibuka pada level 7.349. Dikutip dari data RTI pada Kamis 22 Februari 2024 IHSG level...

Comentários


Post: Blog2_Post
bottom of page